Rabu, 15 April 2015

TAQWA SEBAGAI PONDASI KEHIDUPAN

Penyaji : Ustadz Syahmin Hidayat
Ahad Ke-empat, 25 Nopember 2012

         Sudah semestinya kita bersyukur kepada Allah karena kita diberi umur panjang dan masih dianugerahi sehat. Semoga sehatnya bukan hanya lahirnya saja, tetapi sekaligus batinnya. Sekarang ini banyak orang yang sibuk untuk mempersehat fisiknya, mempersehat tubuhnya, tetapi lupa untuk membuat sehat rohaninya. Padahal jasmani ini akan bermasalah disebabkan oleh masalah yang ada dalam rohani kita. Sebagai contoh ketika kita melihat tetangga kita sukses dan kita langsung mengatakan, “Mengapa dia yang sukses, kok bukan saya ?” Berarti rohani kita sudah bermasalah.

       Sholawat dan salam semoga senantiasa tertuju kepada rosulullah Muhammad SAW. Beliau adalah contoh yang terbaik yang perlu kita contoh. Mencontoh itu bukan hanya penampilannya. Sekarang banyak orang yang sibuk mencontoh penampilan Nabi, tetapi lupa bahwasanya yang harus dicontoh adalah akhlak beliau. Penampilan meniru Nabi, tetapi akhlaknya jauh dari sifat Nabi. Nabi itu pemaaf, sedikit marah, sedang kita sedikit-sedikit marah. Nabi itu sedikit-sedikit sedekah, sedang kita sedikit sedekah..

            Setelah rosulullah meninggal Abu Bakar Ash-Shiddiq bertanya kepada Aisyiyah, amalan apa yang belum dilakukannya untuk meniru beliau. Jawab Aisyiyah, menyuapi pengemis buta setiap pagi dan sore di pinggir jalan. Keesokan paginya Abu Bakar pergi menuju jalan yang ditunjukkan Siti Aisyah. Disana ditemui pengemis buta itu dan tanpa mengatakan apa-apa Abu Bakar langsung menyuapi kurma kepada pengemis itu. Setelah menerima suapan itu, pengemis itu berkata, “Berhati-hatilah engkau terhadap Muhammad, dia itu orang yang sangat berbahaya”. Abu Bakar sangat terkejut. Dia berusaha menahan diri dan terus menyuapi pengemis itu. Namun pengemis buta itu terus mengulang-ulang kalimatnya.  

         Abu Bakar tidak mampu menahan diri lagi, suapan kepada pengemis itu yang semula lembut, berubah menjadi kasar. Pengemis itu terkejut dan langsung bertanya, “Pasti engkau bukan yang biasa menyuapi aku. Karena engkau kasar, sedang dia lemah lembut. Siapakah engkau? Dimanakah yang biasa menyuapi aku?” Kemudian Abu Bakar menjelaskan bahwa rosulullah Muhammad SAW sudah meninggal. Mendengar berita itu si pengemis tertegun, “Kalau begitu perkataanku tadi salah. Tolong ikrarkan saya untuk mengikuti agama Muhammad”. Akhlak beliau seperti itulah yang harus selalu kita tiru, bukan hanya penampilan luarnya saja. 

         Dalam setiap kutbah baik kutbah jumat, hari raya, sholat gerhana, sholat istisqo, termasuk ceramah nikah selalu ada intinya. Apakah intinya? Mengajak manusia untuk bertaqwa. Apa itu taqwa? Taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Mengapa taqwa? Karena taqwa mampu memberikan solusi untuk bermacam masalah. Taqwa ini adalah gelar tertinggi yang bisa dimiliki manusia. Tanpa taqwa, gelar apapun tidak ada artinya. Termasuk dalam pembukaan tadi, sudah saya sampaikan, “aku berwasiat agar bertaqwa kepada Allah, dengan sebenar-benar taqwa. Hal itu ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saing kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

         Inti dari semua kutbah adalah ajakan untuk beriman dan bertaqwa. Mengapa demikian? Karena jika sudah beriman dan bertaqwa, garansi dari Allah adalah “Kalau seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pastilah akan Kami buka pintu keberkahan dari langit maupun bumi, akan tetapi kebanyakan mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami beri balasan mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al-A’raaf : 97). Jadi, saat ini yang dibutuhkan negeri kita adalah orang beriman dan bertaqwa, bukan orang yang pinter.     

         Pertanyaannya sekarang, jika saat ini kita menyeberang di jalan yang padat –bahkan melalui zebra cross-- apakah kita merasa susah atau gampang? Pernah kejadian di dekat Giant Waru orang yang berkendaraan motor memberi jalan pada orang yang menyeberang dengan berhenti, bahkan dia ditabrak colt diesel dari arah belakang yang melaju kencang. Pengendara motor itu terpental dan meninggal. Kasus itu menunjukkan minimnya ketaqwaan di kalangan umat Islam dan tidak mau memberi. Bukan hanya memberi dalam wujud harta, termasuk memberi jalan dan memberi maaf. Firman Allah yang artinya, “Adapun orang yang suka memberi dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS Al-Lail : 5 – 10)

         Ketika kita melihat kasus perceraian di banyak Pengadilan Negeri jumlahnya lebih dari 15 kasus setiap hari. Mengapa demikian? Jawabannya ada dalam Surat Al-Lail di atas dan Surat At-Taghaabun, karena pihak yang bermasalah tidak mau saling memaafkan. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS At-Taghaabun : 14).

Sekarang ini banyak istri yang keluar rumah tanpa ijin dari suaminya dan jika ditegur mentheng kelek.  Mengapa demikian?  Karena banyak dari suami dan istri tidak mengetahui hal itu.  Padahal ketika dinikahkan, penyerahan dari wali kepada pengantin laki-laki, berarti penyerahan tanggung jawab yang sangat berat.  Keluar rumah tanpa ijin suami bukan masalah sederhana, itu menyangkut dosa. Tanggung jawab suami untuk memimpin rumah tangga dan mendidik istri.  Jika istri salah maka suami berkewajiban untuk mengingatkan dan sekaligus memberi maaf, begitu pula sebaliknya.  Negeri skala terkecil adalah rumah tangga, kemudian RT, RW, desa, kecamatan dst.  Jika suami dan yang istri menggunakan taqwa sebagai landasan, maka keberkahan akan menaungi rumah tangga itu seperti yang dijanjikan Allah dalam Surat al-A’raaf ayat 97 di atas.  

         Ketika menghadapi tanggapan yang jelek atas hal baik yang dilakukan, maka orang-orang yang bertaqwa akan tetap berbuat baik. Firman Allah dalam Surat Fushshilat ayat 34 yang artinya, “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”. Sebagai salah satu bukti adalah contoh kasus pengemis buta yang sering disuapi rosulullah diatas.

         Sifat taqwa berwujud pula dalam sikap kehati-hatian. Bukan sekedar berusaha meninggalkan yang haram, namun berusaha menjauhi yang subhat, yang remang-remang. Parameter ketaqwaan tidak terletak pada pengakuan orang lain, tetapi pada sikap kita: bagaimana kepedulian kita kepada orang lain. Untuk tahap yang paling dekat, bagaimana sikap kita kepada istri; bagaimana sikap kita kepada suami. Untuk memberi memang sebuah perbuatan yang berat, memberikan hartanya ataupun memberi maaf. Ketika dilaksanakan, kemudahan dan kemudahan akan diberikan Allah kepada kita. Saatnya memberi, maka memberilah, tidak usah berpikir panjang. Baik hal itu diberikan kepada sesama muslim ataupun kepada orang kafir. Pernah rosulullah Muhammad SAW ditegur Allah karena memutuskan akan tidak memberi sedekah kepada seorang tetangga yang miskin, karena dia seorang Yahudi. Teguran Allah tercantum dalam surat Al-Baqoroh ayat 272.

         Sedang janji Allah yang tercantum dalam Surat Al-Lail di atas sudah pasti, orang yang mudah memberi maka Allah akan memudahkan segala urusannya. Di sisi lain, ketika ada orang yang dermawan pasti ada orang yang bakil. Orang-orang yang merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Allah akan memberikan baginya jalan yang sukar.


K e s i m p u l a n

       Dalam kehidupan ini banyak ujian datang kepada kita. Semakin dekat kita kepada Allah, semakin banyak ujian akan menghampiri kita. Dalam menjalani kehidupan, landasan yang kuat sangat kita butuhkan. Dan landasan yang paling kuat adalah landasan taqwa. Dengan tekad kuat untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah, maka keberkahan akan dilimpahkan Allah kepada kita. 

       Siapapun kita, mau jadi apapun kita, asal kita bertaqwa maka kita akan menjadi orang yang baik. Mari kita tanamkan dalam diri kita agar menjadi lebih baik. Suami bersikap lebih baik kepada istri, istri bersikap lebih baik kepada suami; orang tua berperilaku lebih baik kepada anak, anak berperilaku lebih baik kepada orang tua. Pemimpin bertindak lebih baik kepada yang dipimpin dan yang dipimpin bertindak lebih baik kepada pemimpinnya. Intinya adalah marilah senantiasa kita bertaqwa kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar