Rabu, 15 April 2015

BAGIMU AGAMAMU, BAGIKU AGAMAKU

Oleh : Ustadz Tauhid Hasani  
Ahad Ke-empat, 23 Desember 2012


       Sekitar satu minggu lagi kita memasuki tahun baru Masehi, sedang tahun baru Hijriyah sudah beberapa waktu kita lalui. Menjelang akhir tahun dan menjelang tahun baru ini ada hari natal. Untuk itu umat Islam harus mempunyai kendali diri. Umat Islam sudah memiliki pegangan sendiri. Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya : “Katakanlah, “Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” (QS Al-Kaafiruun : 1 – 6).

       Surat Al-Kaafiruun diturunkan Allah kepada Rosulullah Muhammad SAW sekitar 1.435 tahun yang lalu. Bukan berarti kita kolot, jika tidak mau mengikuti natalan bersama. Mengapa? Karena natalan adalah kegiatan ibadah. Tidak mungkin bagi kita mengajak umat lain untuk ikut sholat jumat, karena sholat jumat adalah kegiatan ibadah. Tetapi, mengapa masih ada umat Islam yang turut natalan bersama? Mengapa banyak pula yang ikut mengucapkan Selamat Natal? Bahkan mengatakan, jika umat Islam sekedar mengucapkan selamat natal saja tidak mau, berarti umat Islam tidak punya rasa toleransi beragama. Salah! Toleransi beragama dan kerukunan umat beragama sudah diajarkan Islam sejak awal. Namun dalam urusan yang berkaitan dengan ibadah Islam tegas, “bagimu agamamu, bagiku agamaku”.

       Pengucapan selamat adalah seperti doa. Jika kita pernah membaca dan memperhatikan asal hadits, akan kita temukan: ..berasal dari Umar bin Khoottob rodliyulllahu anhu bin ini, bin ini … Yang didoakan oleh Imam hadits hanya Umar anak Khottoob, doanya adalah ucapan “Semoga diridloi oleh Allah”. Mengapa demikian? Karena ayah, kakek, buyut dari Umar dan seterusnya tidak memeluk agama Islam. Berarti mengucapkan Selamat Natal memang tidak boleh. Tetapi, bukankan Rosulullah pernah mendoakan penduduk Thoif yang masih kafir yang melempari beliau dengan batu? Itu adalah berbeda. Doa beliau adalah “Allahummaghfirli ummati. Ya Allah, ampunilah umatku”. Doa beliau itu adalah untuk umat beliau, meski di Thoif ada juga umat yang beragama lain. Sama juga ketika kita mengucapkan salam kepada sesama muslim dan saat itu bercampur dengan ada umat agama lain. Niat kita adalah mendoakan saudara seagama kita dan bukan yang lain. Tetapi ustadz, bagaimana jika dari umat agama lain yang mendokan kita?

       Dalam Musnad Ahmad bin Hambal disebutkan, “Jika kalian didoakan oleh mereka jawablah dengan “Wa alaikum (Dan semoga atas kalian seperti yang kalian maksudkan) atau wa alaikumussaam (Dan semoga kebinasaan atas kalian). Loh, mengapa seperti itu? Karena salam mereka tidak diniatkan untuk kebaikan umat Islam, tetapi untuk kehancuran umat Islam. 

       Mari kita simak Surat Ali Imron 118 yang artinya, “Wahai orang- orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman-teman kepercayaanmu orang- orang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudhorotan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan ayat- ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”

       Dalam sebuah riwayat, Rosulullah pernah membezuk orang Yahudi yang sakit, padahal orang itu setiap bertemu rosulullah dia meludahi beliau. Setiap rosulullah lewat di suatu tempat, pasti di situ ada yang meludahi beliau. Sudah beberapa hari beliau lewat di tempat itu, namun tidak ada yang meludahi. Hal itu menyebabkan rosullah bertanya kemana orang yang biasa meludahi beliau. Jawabannya adalah karena dia sakit, dan kemudian rosulullah membezuknya. Mengapa demikian? Hal itu Rosulullah menunjukkan kepedulian dan perhatian beliau kepada orang lain. Orang lain sekedar sebagai tetangga atau teman biasa dan tidak lebih. Mengapa harus seperti itu? Perhatikan kelanjutan ayat di atas.

       “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu. Dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”. Dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati” (QS Ali Imron : 119). 

       Peringatan Allah tegas seperti itu, karena kita hanya mampu melihat apa yang tampak oleh mata kita saja, sedang hati mereka kita tidak mampu melihatnya. Oleh karena itu dalam ayat ini Allah mengingatkan kita dengan tegas. Kita diwajibkan iman kepada semua kitab yang pernah diturunkan Allah. Namun, mereka tidak ada satupun yang mempercayai Al-Qur’an yang diturunkan kepada kita. Sikap mereka mendua, yang tampak di depan kita dan yang ada di belakang kita. Perhatikan ayat berikut ini.

       “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudhorotan kepadamu. Sesungguhnya allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan (QS Ali Imron : 120).

       Seperti itulah peringatan tegas Allah kepada kita. Apakah dalam Islam tidak ada toleransi? Mari kita perhatikan Surat An-Nisa : 36 yang artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. Dalam ayat tersebut disebutkan tetangga dekat dan tetangga jauh, penafsiran kata itu bermakna tempat/jarak dan ada yang memaknai aqidah yaitu tetangga sebagai muslim dan bukan muslim. 

       Hal kedua, mari kita perhatikan tentang peralihan tahun. Dengan bergantinya tahun, maka bertambahlah usia kita, berkuranglah waktu yang masih kita miliki. Ada sebagian manusia yang beranggapan waktu kematian mereka sudah pasti. Ada pula yang beranggapan waktunya tergantung dari usaha mereka dalam menjaga kesehatan. Yang pasti adalah setiap diri akan mati dan begitu pula dunia ini akan pula mengalami kematian atau kiamat. Ada yang menyatakan hari kiamat akan terjadi tahun 2012, tetapi yang tahu pasti kapan terjadinya kiamat hanya Allah yng tahu. Allah berfirman dalam Surat Thaha ayat 15 yang artinya: “Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku (Allah) merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang dia usahakan”. 

       Tidak perlu diperdebatkan kapan terjadinya kiamat, --karena itu memang rahasia Allah--, namun salah satu tandanya adalah jika sudah tidak ada lagi ulama/orang yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari berbuat kemungkaran. Dalam Surat Al-Ambiya ayat 1 Allah menegaskan, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)”. Dalam Surat An-Nahl ayat 77 Allah berfirman yang artinya: “Dan kepunyaan Allah saja segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. 

       Dengan memasuki tahun baru, berarti usia kita bertambah, keadaan dunia semakin tua dan semakin dekat pula dengan hari kiamat. Apa yang harus kita perbuat? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Atturmidzi dan Imam Ahmad ibnu hambal. Seorang sahabat bertanya kepada rosulullah SAW, “Ya rosulullah, mengapa anda tidak pernah tertawa?” Jawab rosulullah, “Bagaimana saya bisa tertawa, karena sesungguhnya terompet tanda kiamat sudah menempel di bibir malaikat peniup tanda kiamat”. Hal itu disabdakan rosulullah 1.435 tahun yang lalu, bagaimana dekatnya dengan sekarang?

       Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam At-Turmudzi rosulullah SAW bersabda, bahwa salah satu syarat terjadinya kiamat adalah ketika ilmu diangkat dan timbullah kebodohan. Hidup manusia tidak berdasarkan ilmu, hanya berdasarkan pada hawa nafsu. Nabi Sulaiman adalah raja yang sangat kaya dan memiliki pasukan baik berupa jin dan manusia. Fir’aun juga merupakan raja dan kaya, seperti juga Qorun. Namun yang membedakan adalah ilmu, sehingga Nabi Sulaiman selalu berbuat kebaikan, sedang Fir’aun dan Qorun hanya meninggalkan kerusakan di dunia. Akibat tanpa adanya ilmu kerusakan akan semakin menjadi-jadi. Minuman keras menjadi kebiasaan sehari-hari, maka selanjutnya perzinahan terjadi dimana-mana. Kemudian terjadi banyak huru-hara yaitu pembunuhan. Semakin dekat dengan kiamat, hal seperti itu akan semakin menjadi-jadi. 

       Dengan bertambahnya usia kita dan semakin dekatnya hari kiamat, mari kita perbaiki diri kita. Mari kita tingkatkan amal-amal perbuatan kita, karena Allah akan membalas setiap apa yang kita lakukan. Mari kita perbaiki sikap dan perilaku kita terhadap suami, istri, orang tua, tetangga dan semua sesama manusia. Terlebih lagi terkait ibadah dan aqidah kita, mari kita jaga teguh. Sholat malam mari kita tingkatkan, sholat wajib berjamaah mari kita laksanakan. Mari kita perbanyak bekal kita menghadapi kematian, karena Allah akan menghisab kita. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberi pertolongan lahir dan batin, sehingga kita dapat mengamalkan yang baik dan meninggalkan yang tidak baik. Amien ya robbal “alamien. 


K e s i m p u l a n

Dari uraian di atas, ada dua kesimpulan pokok yang harus kita lakukan yaitu: 

1. Urusan agama dibutuhkan ketegasan, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Toleransi beragama tidak berarti kita mengucapkan selamat pada hari Raya umat beragama lain, karena itu adalah bagian dari ibadah mereka. Jika kita lakukan, maka akan merusak aqidah kita. Cukup kita berperilaku baik dalam masalah sosial saja yang tidak menyinggung soal ibadah/aqidah kita. 

2. Tahun Baru berarti usia kita bertambah, umur dunia pun juga bertambah. Berarti hari kiamat semakin dekat. Dengan semakin dekatnya kematian kita dan hari kiamat, maka mari kita tingkatkan amal ibadah kita dan kita jaga teguh aqidah kita. Mari kita perbanyak amal ibadah kita guna mempersiapkan diri menghadapi yaumul hisab, hari perhitungan dari Allah.